Legenda di Balik Pesona Baturraden, Jawa Tengah

Dibalut udara sejuk khas pegunungan, siang itu saya, dua bocil Raka dan Alya, serta pak suami masuk ke dalam tubuh pesawat jenis Foxer 28 milik Garuda Indonesia yang telah disulap menjadi sebuah ruang pertunjukan, atau tepatnya Teater Alam. Di belakang saya ada satu rombongan juga, 2 pria dewasa dan 3 wanita kalau tidak salah. Semuanya wisatawan domestik, tapi entah dari daerah mana. Oh, iya untuk bisa menikmati fasilitas ini, pengunjung dikenai tarif 10.000/orang.


Filmnya mau apa bu..?" seorang pegawai wanita berseragam menawarkan 'menu' film yang hendak diputar. Sekilas, saya baca ada beberapa pilihan film; 3 yang saya ingat, peristiwa meletusnya Gunung Merapi, Tsunami di Aceh, dan juga film dokumenter tentang Baturraden sendiri.


"Terserah aja lah mbak..yang kira-kira anak-anak suka aja"



"Film tentang Baturraden saja mbak" seorang laki-laki di belakang saya menjawab.



"Bagaimana Bu...?" si  Mbak petugas kembali bertanya ke saya, mungkin karena rombongan kami  posisinya datang lebih awal, jadi kami lebih punya 'hak pilih'.

"Gak pa-pa mbak..film itu juga boleh"

Dan 15 menit berikutnya, yang kami lihat adalah sebuah tayangam film dokumenter tentang sebuah tempat wisata yang hari itu kami kunjungi, sebuah obyek wisata yang cukup terkenal di wilayah Jawa Tengah, Baturraden.

Meski sebenarnya agak kecewa dengan tampilan film yang terkesan sangat seadanya (kualitas gambar, voice over, maupun teknik pengambilan gambar), tapi OK lah. Wong tujuan kami ke tempat ini bukan untuk nonton film saja. Walau begitu, saya sih berharap semoga segera ada perbaikan dari pihak pengelola. Bukan tidak mungkin lho ya, bisa jadi dari film dokumenter itulah 'pintu pertama' pengunjung mengenal dan tahu tentang Baturraden.

Berawal dari Cinta yang Terhalang Kasta

Legenda Baturaden Purwokerto

Konon, nama Baturraden, berasal dari dua kata Batur dan Raden. Batur adalah kata lain dari abdi, merujuk ke strata sosial masyarakat bawah. Sementara Raden, berarti tuan, sebuah gelar kebangsawanan yang menunjukkan strata masyarakat kelas atas. Awal mula lahirnya Baturraden, tak bisa lepas dari sebuah  legenda tentang perjuangan cinta sepasang manusia, dan dipercaya turun-temurun oleh masyarakat sekitarnya.

Ratusan tahun silam,  ketika masa pemerintahan masih berbentuk kerajaan,  konon terdapat sebuah Kadipaten yang bernama KUTALIMAN.  Di wilayah itu, hiduplah seorang pemuda bernama Suta, yang sehari-hari bekerja sebagai gamel, atau abdi yang bertugas merawat kuda milik Adipati Kutaliman.

Suatu hari, dikisahkan Suta berhasil menolong seorang gadis cantik dari ancaman ular besar. Karena merasa telah diselamatkan nyawanya, wajar kalau kemudian gadis tersebut merasa berhutang budi, simpati, dan bahkan akhirnya keduanya merasa tertarik satu sama lain.

Sayangnya, derajat sosial menjadi penggalang cinta mereka. Sang gadis tak lain adalah putri sang Adipati. Mendengar anak gadisnya menjalin hubungan dengan seorang rakyat jelata, Adipati Kutaliman tentu saja murka.

Singkat cerita, Suta pun kemudian dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah. Mendengar kekasihnya mendapatkan perlakuan yang menyakitkan, Sang Putri kemudian mengutus seorang emban (pembantu perempuan) untuk menyusup ke ruang penjara, dan kemudian membantu membebaskan Suta.

Meski tanpa restu sang Adipati, Sang putri tetap pada pilihan hatinya. Ia kemudian meminta Suta untuk membawanya 'lari' dan meninggalkan Kadipaten Kutaliman. Dalam pelarian tersebut, sampailah mereka di sisi selatan lereng Gunung Slamet, di tepi sebuah sungai.

Merasa bahwa tempat yang mereka gunakan untuk istirahat memiliki alam yang indah, maka akhirnya Suta dan Sang Putri memilih menetap di wilayah tersebut. Di situlah akhirnya sepasang kekasih itu tinggal, beranak-pinak, hingga kemudian tempat ini dikenal dengan BATURRADEN.

Eloknya Rupa Sang Putri, Secantik Lokawisata Baturraden Kini




view-baturaden
Panorama alam Baturaden

Di ranah wisata, nama Baturraden tentu tak asing lagi. Posisinya yang berada di lereng Gunung Slamet, dengan ketinggian sekitar 650 mdpl, membuat tempat ini memiliki udara sejuk, yang cenderung dingin. Posisinya yang cukup mudah di jangkau, hanya sekitar 14 km di utara kota Purwokerto, menjadikan Lokawisata ini hampir selalu ramai pengunjung.

Untuk bisa menikmati keindahan alam Baturraden, pengunjung tak perlu membayar mahal, hanya 14 ribu perorang, sudah termasuk fasilitas di kolam renang serta waterboom. Tentu saja ini penawaran yang menggiurkan.
Kolam Renang Baturaden
Kolam renang, dengan tiket terusan


daya-tarik-baturaden
Foto diambil dari bekas jembatan gantung (sekarang sudah direnovasi)

Sungai-baturaden
Ada himbauan dari pengelola agar pengunjung tidak turun ke sungai, antisipasi bahaya banjir. 


Air mancur dan taman yang benar-benar memanjakan mata

Jujur, sebagai pengunjung saya kecewa dengan film dokumenter yang tadi saya saksikan di Teater Alam. Tapi mata saya nggak bisa dibohongi, ada daya tarik lain yang jauh lebih indah untuk dinikmati. Yup, alam Baturraden cantik..mungkin seelok paras putri Sang Adipati. Sebagai masyarakat awan, tentu saja saya berharap semoga tempat ini mampu memancarkan pesona indahnya, setiap saat, sepanjang waktu.


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Legenda pariwisata Jawa Tengah 2017 yang diselengarakan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts