Ngrumpi Pagi-pagi Tentang Sapi

Nyimak berita TV... salah satu hot issue belakangan ini adalah harga daging sapi yang terus naik di beberapa wilayah, hingga para penjualnya yang milih duduk-duduk santai alias mogok berdagang.Dalam skala besar, mungkin akan banyak yang dirugikan atas musibah ekonomi ini. Para pedagang daging yang awalnya beromzet ratusan ribu hingga jutaan rupiah, jadi malas jualan lagi karena stok daging susah dicari, kalaupun dapat, nanti jarang pembeli. 

Sebagai turunannya, ribuan pedagang bakso, soto, dan aneka kuliner lain yang berbahan dasar daging sapi mau nggak mau akan merasakan akibatnya pula. Paling-paling akan menaikkan harga jual, menurunkan kualitas, ataupun mengurangi kuantitas. Yaa...yang penting tidak mengganti bahan baku mereka dengan jenis daging-daging yang lain ( babi misalnya, atau paling ekstrim tikus sawah * efek keseringan nonton reportase investigasinya transtv)


Masalah daging-perdagingan ini memang agak rumit di tingkat atas sono sepertinya. Lha gimana...Indonesia yang luas, negara agraris yang pastinya rumputnya banyak, petani dan peternaknya berlimpah, ternyata untuk urusan pangan ( baca daging) masih banyak tergantung pada negara tetangga alias ngimpor. Begitu ada kebijakan impor dikurangi untuk tujuan pemberdayaan peternak sapi lokal....akhirnya kelimpungan sendiri. 

Solusi? Ah..biarin aja yang mikirin solusi menteri dan para petinggi negara yang sudah kita gaji tinggi :-) Saya mah apa gitu..Rakyat jelata. Sebatas pengambil kebijakan ekonomi level keluarga. Sebagai penggemar bakso, saya memang jadi sedih kalau tiba-tiba bakso rasanya tak lagi sedap dan mantap, apalagi kalau tiba-tiba harganya jadi naik. Yaahh...selama ini bakso kan jajanan sejuta umat. 

Saya pribadi lebih merasa "kehilangan" saat yang ilang dipasaran adalah barang-barang yang lebih merakyat macam sayuran, produk olahan pertanian macam tahu dan tempe, dan juga telur. Selagi daging sapi menjadi barang yang kian susah dibeli, sebagai satu dari sekian juta pengambil kebijakan ekonomi keluarga ( halah, mau bilang ibu rumah tangga aja kok) saran saya adalah manfaatkan dulu barang-barang lokal yang ada. Maksimalkan sumber-sumber protein nabati dan hewani yang lain. Ndak ada daging sapi...wong masih ada ikan laut, ikan air tawar, telur, ayam, tahu, tempe, dan juga olahan-olahan lain berbahan dasar non-sapi.


Balado telur ceplok, menu favorit saya.  apalagi sekarang lagi panen raya tomat. Makin mantap. 


Kalau para vegetarian saja bisa sehat, tenang, damai dan tentram dengan hanya satu sumber pangan nabati...berarti kita bisa pula kan? Itung-itung  meminimalisir angka ketergantungan kita akan barang impor. Itung-itung menghargai hasil jerih payah dan keringat peternak dan petani negeri sendiri. Kalau saya pribadi sih masih punya mimpi..kalau suatu hari niat dan tekad negri ini untuk berswasembada pangan bisa tercapai. Ada ide dan saran yang lain?
Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts