![]() |
| Bukan dapur saya kok 😃 |
Coba deh bayangkan, kalau situasi di dapur seperti ini? Udah males banget kan lihatnya. Bahkan mungkin rasanya sudah nyicil capek duluan sebelum mulai nyuci. Tapi ya bagaimana, namanya rumah tangga, sudah pasti nggak bisa lepas dari yang namanya tugas mencuci piring dan aneka perabot dapur. Apalagi, kalau dalam hal memasak, si ibu lebih memilih lebih memasak sendiri dibanding membeli makanan mateng dari warung, maka cucian akan semakin banyak karena plus alat-alat masak macam penggorengan, panci sayur, telenan, pisau, dan beberapa printilan masak.
Saya sendiri? Termasuk golongan yang ini, karena menurut saya kalau memasak sendiri itu lebih sehat, lebih hemat, dan lebih puas. Bisa nambah kalo kurang😄. Jadi ya memang mau nggak mau, tugas mencuci gelas, piring, dan aneka perabot dapur ini selalu ada, tiap hari nggak pake libur, minimal 3x sehari.
"Tolong dong...kalau minum air putih, konsisten pake gelasnya.."
Pesan itu yang sering saya sounding kan ke anak-anak, soalnya kalau tidak..ya mereka selalu ambil gelas baru setiap kali mau minum air putih. Kadang-kadang mereka juga masih diingatkan untuk membawa gelas/piring bekas makan mereka kembali ke dapur/bak cucian.
Sebenarnya, untuk urusan cuci mencuci di dapur ini saya banyak niru metodenya ibu, alias neneknya Raka-Alya. Jadi ada beberapa prinsip yang berusaha saya terapkan pula di dapur saya.
Pertama, meminimalisir tumpukan cucian dalam bak. Alasannya lebih ke risih.
"Aku ki risi yen weruh abrak reget numpuk.."
(saya risih kalau melihat perabot kotor yang dibiarkan menumpuk di dapur) begitu ibu saya pernah bilang. Jadi setiap selesai masak, ibu mengajarkan saya untuk langsung mencuci alat-alat yang digunakan sembari menunggu masakan matang. Jadi memang dibuat posisi kompor dan bak cucian tidak terlalu jauh, jadi bisa sambil multitasking; masak sekaligus mberesin cucian dapur.
Selain itu, ketiadaan tumpukan piring kotor juga menjauhkan dapur dari tikus. Kalau pas malas saya kumat, padahal kumatnya lebih sering akhir-akhir ini, saya mem-pending cucian piring, gelas sisa makan sore/malam untuk dicuci keesokan paginya. Apa yang saya dapatkan kemudian? Banyak tikus hilir mudik cari remah-remah makanan. Hii..😒😒

Kedua, berbagilah tugas dengan anak dan suami.
Percaya nggak, dulu dirumah saya..setiap habis makan, entah itu bapak, saya, atau dua kakak laki-laki saya selalu mencuci piringnya sendiri. Bagiannya ibu gelas, sama panci-panci bekas masak. Kelihatannya, mungkin tampak egois. Keluarga, kok nyuci piring aja sendiri-sendiri.
Bagi saya yang kala itu masih kecil, tentu saja itu juga merepotkan. Kenapa nggak seperti di rumah teman-teman yang lain, dimana urusan cuci-mencuci adalah kewajiban para ibu? Tapi setelah diposisi sekarang, ketika saya sudah merasakan sebagai ibu, saya sadar apa yang dilakukan ibu merupakan pengajaran pada kami untuk menyadari tugas dan kewajiban masing sekaligus menanamkan prinsip kemandirian kepada anak-anak.
Di rumah tangga saya yang sekarang, cara ini memang belum sepenuhnya berjalan. Kalau pak Suami, memang dia mau terjun ke dapur, ikut nyuci piring saat saya sedang dalam kerepotan yang lain. Anak-anak saya akui keterlibatannya masih minim. Tapi tetep, saya berusaha mengenalkan tanggung jawab, tentu saja sesuai usia mereka. Minimal membiasakan mereka menaruh piring/gelas habis pakai di bak cuci. Nantinya tetep..saya akan ajarkan mereka mencuci sendiri piring-piring atau gelas yang barusan mereka pakai.
Ketiga, lakukan dengan senang. Nah kalau yang ini, penjabarannya cukup luas. Paling tidak, tiga kali dalam sehari seorang ibu akan ketemu dengan pekerjaan yang terkait dengan tetek bengek cucian di dapur yakni setelah sarapan, setelah makan, dan sore atau malam hari. Nah, agar terlewati dengan senang, maka bagaimana caranya mesti dibuat agar ritual cuci-mencuci ini bisa berlangsung cepat dan bersih. Belajar dari ibu, yang kemudian saya tiru adalah
- Memulai mencuci dengan perabot dengan noda yang paling ringan. Biasanya gelas diurutan pertama, kemudian piring, baru kemudian alat-alat masak.
- Pilih sabun yang bisa diajak kerja cepat. Saya masih ngalami masa dimana dulu partner nyucinya ibu adalah abu gosok plus sabun colek. Tapi, setelah kemunculan era sabun cair, ibu saya yang notabene sudah sepuh juga sudah tak lagi setia dengan sabun coleknya. Saya sendiri juga lebih nyaman dengan model sabun yang cair. Kebetulan kulit tangan saya agak sensitif, sering tiba-tiba gatel atau kasar kalau nggak cocok dengan sabun yang saya pakai. Kata dokter, istilah medisnya Dermatitis atopic. Makanya saya cukup selektif dalam hal milih memilih sabun, dan untungnya kulit saya nggak ada masalah ketika ketemu dengan sabun cair yang mengandung sari lidah buaya di dalamnya. Bukan rahasia lagi kan, kalau kasiat lidah buaya bagus banget buat kulit.
- Saat mencuci, lakukanlah sambil menghibur diri. Klo ibu saya, paling sambil nyetel tv..minimal bisa dengar suaranya sambil nyuci. Untuk versi saya, paling sering sambil naruh hape di atas kulkas, trus setel playlist lagu-lagu favorit.
Bener kok, kalau dikerjakan secara ikhlas, hati senang, ditambah lagi punya "partner" nyuci yang asyik, proses bebersih dan beberes dapur ini nggak lagi memberatkan. Jalani dengan senang. Kalau semua dah bersih, beres, betah juga kan lihatnya.
| Dapur idaman, Cakep dan bersih. Lagi-lagi bukan dapur saya juga☺ |

