![]() |
| Pas hari libur, hutan ini rame banget. |
Di Jogja dan sekitarnya, hutan pinus Mangunan, belakangan ini memang lagi nge-hits banget jadi tempat dolan favorit keluarga. Hutan ini terletak di wilayah Mangunan, Dlingo, Bantul. Untuk bisa ke sana, paling tidak ada dua jalur, dari Jogja melewati Imogiri atau jalan Wonosari naik ke arah Patuk, trus belok kanan ke arah Dlingo...yang nantinya bakal tembus Imogiri juga. Untuk detailnya, bisa minta bantuan aplikasi navigator atau tanya penduduk sekitar.
Hutan Pinus Mangunan Dulu dan Sekarang
Saat yang jaya masih friendster, instagram dan facebook belum lair, saya malah sempat beberapa kali lewat jalanan di tepi hutan ini..dan dulu ya hutan biasa. Hutan homogen dengan tanaman jenis pinus merkusii dan merupakan bagian dari Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Mangunan ini ya difungsikan sebagai hutan lindung saja, bukan tempat wisata. Pokoknya belum keliatan istimewa, paling liatnya anak-anak ABG pada nongkrong-nongkrong di atas motor, di tepi hutan. Tapi semenjak ada instagram dan pada sadar kalau hutan pinus itu instagramable, wuih makin rame aja ini hutan. Apalagi posisinya memang berada di ketinggian, jadi bisa menikmati panorama Jogja bagian bawah dari kawasan Mangunan ini.
"Dek..besok mau ngajak simbah maen ke hutan pinus, gabung nggak."
Pesan dari kakak, beberapa hari menjelang pergantian tahun.
"Boleh mbak".
Dan ngakak habis saat Alya saya kasih tau,
"Nok, besok kita mau ke hutan, sama simbah..sama Bude, Pak dhe..sama mas Pram, Dika, mau Kan..?
"Mau..tapi kita tidak akan tersesat kan?"
Hi..hi, Alya masih bayangin hutan Mangunan itu seperti hutan lebat, sepi, gelap, seperti yang di film-film ternyata 😆
Dan eksekusinya pas Taon baru 2017, kami ke hutan Mangunan beneran. Rame-rame! Untuk nyampe kesana..perjuangannya lumayan juga. Beberapa kali terjebak kemacetan panjang menuju lokasi, padahal medan jalan naik-turun-mbelok. Bersyukur aja, mobil bisa sampe hutan pinus dengan sehat-selamat, soalnya sekitar 5 km menjelang lokasi...banyak banget liat mobil yang mesti berhenti di tengah jalan, entah karena kudu ngadem mesin. Bau kampas kopling yang terbakar juga dominan banget hari itu.
Dan begitu sampai hutan gilaa....pas taon baru, hutan Mangunan, Dlingo malah kayak pasar. Rame banget! Di sini pengunjung nggak harus beli tiket untuk masuk, cuma kena charge biaya parkir aja, 10.000 permobil. Itungannya murah banget, apalagi kalo buat mobil mpv yang bisa keisi 7 atau bahkan lebih.
Kalau tujuannya ke hutan untuk tujuan menyepi, cari keheningan...saran saya mending jangan pas libur nasional. Tapi kalau sekedar pengen nikmati liburan, cari suasana baru..ya hari apapun bisa. Orang space hutannya besar...jadi tetep aja ketampung kalau cuma mau gelar tikar, lesehan, trus makan.
| Kalau yang bawa anak kecil, ajak orang tua..ya standarnya gini aja, gelar tikar..makan..ngobrol..leyeh-leyeh sambil menikmati suasana |
Selain menikmati suasana baru, rata-rata yang datang ke sini, tujuan utamanya berfoto. Beberapa spot foto sudah disediakan oleh pengelola. Tapi spot-spot yang paling laris, tentu saja yang model-model rumah pohon.
| Gardu pandang, sekalian rumah pohon |
Di hutan ini, nggak perlu khawatir tersesat juga, karena untuk rute-rute yang bisa dilewati pengunjung, sudah ada jalan setapak, dan seandainya jalan cukup terjal maka sudah dilengkapi anak tangga yang dibuat dari kayu. Rambu-rambu petunjuk jalan, penunjuk lokasi, juga sudah cukup banyak. Untuk kenyaman pengunjung, di sekitar hutan juga sudah dilengkapi dengan warung-warung makan, sarana MCK, dan juga musholla.
Watu Tumpang
Apaan itu? Saya penasaran juga dengan salah satu penunjuk lokasi di salah satu sudut di hutan Mangunan ini yang mengarahkan pengunjung untuk ke Watu Tumpang. Watu, dalam bahasa Indonesia, adalah batu. Jalan untuk menuju ke sana, jalan setapak kecil dan menurun, tapi tidak terlalu curam.
| Jalan untuk menuju watu tumpang |
Setelah mengikuti jalan setapak sekitar 500 meter, bongkahan batu besar ada di hadapan saya. Upps..tunggu, ada dua buah batu dengan posisi saling bertumpangan. Satu batu kecil di bawah, dan diatasnya, batu berukuran besar. Posisi batu itulah yang kemudian melahirkan nama "Watu Tumpang".
| Ini watu tumpang |
Masyarakat sekitar percaya, ada legenda dibalik keberadaan batu ini. Konon, saat Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar syiar agama Islam di daerah ini, mereka dihadapkan pada masyarakat yang masih sulit mempercayai keberadaan Tuhan. Karena itulah, dua ulama ini berdoa, meminta Tuhan agar Tuhan menunjukkan kuasa-Nya. Dan batu inilah salah satu jawaban. Bahwa atas kuasa Tuhan, batu besar mampu bertumpu diatas batuan kecil. Atas kuasa Tuhan juga batu ini tidak bergeming posisinya meski telah terkena goncangan gempa. Begitu ceritanya..
Mau percaya atau nggak, itu terserah aja, namanya juga legenda. Yang jelas, kalau mau sekedar cari suasana baru, deket-deket sama alam, kangen sama aroma-aroma alam yang seger..datang aja ke sini. Kalau mau nggak terlalu rame, ya pas nggak musim liburan. Ok?!

