Alhamdulillah, saat postingan ini saya tulis...semua dalam keadaan sehat.
***** ini sekedar pengingat bagi saya, betapa sehat itu anugrah yang luar biasa****
Prolog baca ini dulu Bagian satu
![]() |
Beberapa test darah terjalani, dan menunjuk hasilnya, semuanya baik-baik saja. Juga ketika test kultur darah yang hasilnya harus kami tunggu berhari-hari. Melalui test ini, akan diketahui apakah dalam darah pasien terinfeksi bakteri/ jamur tertentu atau tidak.
Hari ke empat atau kelima opname, pagi-pagi suami mengabari kalau demam Raka kambuh, dengan suhu 40 derajat celcius lebih. Beruntung tanpa kejang.
Saya yang di rumah, tentu panik luar biasa. Dokter meminta test ulang karena penyebab demam, belum juga bisa ditemukan. Terbayang anak saya yang ketakutan saat sampel darah kembali diambil.
Tiba-tiba saja saya ingat anaknya pakde di kampung yang pernah meredakan demam anaknya dengan bacaan Al-Qur'an. Kalau pengobatan medis serasa jalan di tempat, kenapa saya tidak mencoba hal tersebut?
Teman-teman kantor suami juga mulai menyarankan untuk mencoba jalur non-medis.
Suami pun setuju. Tidak bisa dipungkiri, fisik Pak Suami sudah mulai kepayahan karena sudah hampir seminggu berjaga di rumah sakit.
Kalau ada saudara, teman, kerabat yang menjenguk, hanya dipakai ayahnya untuk cari makanan di luar
Meski dokter belum merekomendasikan anak kami pulang, di hari ke enam opname, Raka kami bawa pulang, masih dengan bekal obat turun panas, dan imboost dan pesan dokter "bawa ke sini lagi beberapa hari ke depan untuk kontrol, catat dan pantau suhu tubuh".
Oh, ya..selama Raka opname, saya hanya bisa jenguk dia dua kali, dengan waktu yang tak lebih dari setengah jam, dengan bayi Alya yang posisinya saya titipkan tetangga. Tapi yang saya ingat...di saat Raka sakit inilah...saya betul-betul di titik pasrah yang paling tinggi. Di tiap tengah malam dan sela-sela menyusui, saya sempatkan sujud untuk sholat malam dan meminta pertolongan-Nya.
Sepulang dari Bethesda, untuk pertama kalinya, kami bersentuhan dengan hal-hal yang kadang tidak bisa di jangkau logika.
Berbekal informasi dari para tetangga, beruntung kami dipertemukan dengan Mas Par, pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan, namun sering membantu orang-orang sekitar karena kemampuannya bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk di dunia lain.
Percaya nggak percaya, tapi ilmu/kelebihan seperti ini ada. Bisa diturunkan atau bisa dipelajari.
Singkat cerita, menurut mas Par, Raka tidak menderita penyakit medis, melainkan "diganggu" Jin, syaitan, dan semacamnya.
Sesuai permintaannya, kami diminta menyediakan daun kelor, bawang putih lanang (bawang putih yang tidak berkelompok, tapi cuma berisi 1 butir), 3 butir telur kampung, dan sirih merah.
Mungkin akan ada yang berpikiran, saya set-back ke belakang...kembali ke tradisionalis ketika semua sudah bisa dianalisa dengan ilmu pengetahuan, syirik, musyrik, atau apalah....
Tapi Raka membutuhkan pertolongan, dan upaya medis yang telah kami lakukan, nyatanya tak banyak membantu. Dalam pikiran saya, profesi orang-orang seperti Mas Par tak ubahnya seorang dokter, tapi ranah mereka berbeda, khusus untuk penyakit-penyakit tak tampak mata. Berbagai syarat macam dedaunan dan sebagainya, saya anggap layaknya obat-obatan yang harus kita tebus di apotek.
Ritual pengobatan pun dimulai. Saya ingat waktunya, sesaat setelah adzan Maghrib.
Katanya, diwaktu itulah Jin/syaitan keluar dari rumah-rumah mereka. Sebelumnya, Mas Par --waktu itu berdua dengan teman sesama pengobat alternatif, minta ijin untuk sholat di rumah kami. Setelahnya, ia meminjam spidol dan menuliskan kalimat berhuruf Arab di atas kulit telur. Sementara daun kelor dan bawang putih, dibiarkan begitu saja di atas nampan.
Raka yang sore itu tengah terjaga, saya dampingi tetap di atas tempat tidur, Mas Par dan temannya duduk dibawah, sambil berdoa -entah doa apa saya nggak tahu.
Raka tahu-tahu menangis, saya pikir dia kesakitan. Sesekali gerakan tangan mas Par seperti menarik sesuatu untuk diarahkan kepada telur ayam kampung yang ada di dekatnya. Setelah semuanya selesai, ia minta suami saya mengubur telur-telur tadi di belakang rumah, sembari berpesan "hati-hati, jangan sampai pecah".
Tanpa diminta --mungkin ia bisa membaca penasaran saya --Mas Par pun bercerita. Dunia jin dan setan ( katanya) sama seperti kehidupan manusia.
Layaknya manusia, mereka ber anak-pinak pula. Biasanya mereka tinggal di pohon atau bebatuan. Sama seperti kita, mereka juga akan marah kalau di ganggu. Dan mungkin, ada kata/tingkah Raka yang mengganggu mereka, tanpa Raka/kami sadari.
Karena itulah, mereka "menyerang" balik Raka, dengan demam yang tidak terdeteksi secara medis. Yang dilakukan mas Par malam itu, adalah "mengusir" makhluk-makhluk tadi dan memindahkannya ke dalam telur.
Sebelum pulang, Mas Par meminta segelas air putih, mencelupkan daun sirih merah ke dalamnya sembari berdoa. Air putih ini yang kemudian menggantikan penurun panas yang diberikan rumah sakit.
Setelah itu, perlahan namun pasti, kondisi Raka mulai membaik. Dalam beberapa hari, suhu tubuhnya kembali normal. Entah karena psikologis ibunya yang mulai stabil, atau karena faktor lain Alya yang awalnya rewel sekali, sering menangis tanpa sebab, berangsur menjadi bayi manis seperti bayi kebanyakan.
Terimakasih ya Rabb...
Oh, ya...ada beberapa poin yang saya ingat, yang pernah ia bilang ke saya:
- Bayi dan anak-anak memiliki kepekaan yang tinggi saat ada makhluk lain di dekat mereka. Itu juga kenapa beberapa bayi akan cenderung rewel menjelang maghrib. Ada kemungkinan mereka melihat sesuatu yang tidak nampak oleh mata orang dewasa.
- Di dalam setiap rumah, biasanya ada penghuni lain selain manusia. Ada yang menganggu, ada yang tidak... yang mengganggu inilah yang seharusnya kita minta untuk pindah Setan yang mengganggu, bisa bermetamorfosa menjadi sebuah gejala penyakit. Tapi untuk segala gejala penyakit, upayakan pemeriksaan MEDIS sebagai langkah PERTAMA.
Ada pula cerita lucu ketika Raka masih demam, ... saya membacakan ayat kursi, saya suruh pula ia berdoa sebisanya, ia yang kala itu masih TK ternyata berdoa....Doa sebelum makan! :-D

