Ada yang keningnya langsung berkerut, sambil berpikir..."apaan mentho?" Sejenis Permenkah? Bukan, itu mentos. Temannya bebek..? Kalo itu mentok.😄😄 Trus siapa mentho sebenarnya?
| Kue mentho, salah satu kekayaan kuliner nusantara |
Hi..hi, dulu saya juga mikir ketika salah satu teman pas SMP, namanya Eni.. menulis status di medsosnya.."menthonya lagi dikukus". Kalo kipo saya masih ngerti..lha ini..makanan berupa mentho..belum pernah dengar sebelumnya.
Hingga kemudian, kami ada acara semacam reunian, trus teman saya tadi mbawain mentho hasil karyanya. Nyamm..nyam gurih, dan enak. Dua bocil saya yang biasanya picky eater aja doyan.
"Enak bu... " begitu komentar mereka pasca ngabisin dua bungkus mentho.
"Besok bikinin yaa"
"Besok bikinin yaa"
***
"Resepnya apa tho bikin mentho.."
Iya lah..naluri emak, setiap anaknya suka makan..pasti penasaran. Kali aja bisa masak di dapur sendiri.
"Cari di google aja..ada kok" kata teman saya.
Baru ngeh..ternyata kue mentho atau bongko mentho merupakan jenis kue tradisional yang berasal dari daerah Madura. Di daerah asalnya, kue ini sering disajikan sebagai menu takjil di saat bulan puasa.
Mmm..pantesan di Jogja persebaran kue mento masih relatif jarang, tidak se massif nagasari, arem-arem, atau lemper yang hampir semua tempat ada. Berdasarkan nanya-nanya ke pakdhe google, ternyata ada beberapa varian mentho, namun secara garis besar ada tiga unsur utama yang digunakan untuk membuat kue mentho:
- Tepung gandum dan tepung beras yang kemudian didadar dan itu difungsikan sebagai kulit.
- Ayam yang dicincang, dibumbui, dan dimasak dengan santan, digunakan sebagai isian.
- Saos santan kental, merupakan pelezat sebelum dikukus.
Setelah semuanya oke, baru deh dibungkus daun pisang...trus di kukus sampai matang. Kebayang kan gurihnya..? Aroma daun pisang yang sudah layu karena mengalami proses pemasakan, juga bikin perut makin keroncongan.
Trus gimana..berhasil proyek Mentho saya?
Ini dia!
| Alya gitu klo ada kamera..pengen nampang☺ |
Tampilannya sih lumayan. Tapi rasanya..keasinan! Alya aja commentnya jujur banget...
"Aghh..enak yang ngasih temannya ibu.."
*makanya, saya nggak akan nulis resepnya dipostingan ini. Nanti jadinya nggak karuan, pada diamuk saya..😊😀😄
Mentho memang hal baru bagi saya, apalagi anak-anak. Tapi melihat anak punya "ketertarikan" dengan makanan tradisional, itu hal yang luar biasa. Jaman sekarang gitu lho...saat jajanan anak dengan kemasan menarik, senantiasa melambai-lambai di depan mata mereka. Klo Alya, sebenarnya gerakan mencintai jajanan tradisional ini sudah diterapkan di PAUDnya, wong kadang kalau saya nanya..
"Snacknya apa nok..?"
"Nogosari bu.."
Lain hari ia akan menjawab..
"Lemet.."
Syukurlah. Kalau tidak kita yang melestarikan makanan lokal, jajanan tradisional, siapa lagi? Beda dengan sulung. Pemilih banget klo dia. Sukanya yang garing dan kriuk, klo yang kue basah..jarang mau. Maikanan tradisional, jarang yang dia mau ikut makan. PR buat saya..
Balik lagi ke mentho, di tempat saya tinggal, mentho memang jarang ada yang jual.. Tapi di seputaran pasar Kotagede klo pas sore, dibagian jajan pasar ada. Harganya juga terjangkau, 2500 perbungkus. Kalo yang ukuran kecil, saya pernah nemu @ 1000 rupiah..tapi ayamnya dikit. Gurihnya juga kurang. Recomended yang 2500an. Btw, ada yang masih penasaran dengan kue mentho?
