Menabung Sampah? Bisa.

Sesi penimbangan sampah
 
"Bu..jangan lupa, besok pagi Alya bawa sampah ya..untuk ditabung."

"Nabung sampah? Maksudnya?" 

Jujur. Kening saya berkerut mendengar permintaan guru di PAUDnya Alya beberapa minggu lalu.

"Iya.. Nanti setiap hari Sabtu, anak-anak diharap membawa barang-barang yang sudah dianggap sampah di rumah, dibawa ke sekolah. "

"Misalnya?"

"Kertas bekas, botol plastik, atau apapun
benda yang bisa didaur ulang."

"Trus mekanismenya?"

"Sampah akan ditimbang, kemudian akan dipilah-pilah menurut jenisnya. Kemudian akan dihargai, dan itu masuk buku tabungan sampah"

"Tapi secara nominal...pasti sedikit sekali?"

"Iya. Mungkin tidak seberapa...tapi paling tidak dengan cara ini anak-anak akan lebih bijak mengelola sampah. Pertama, anak akan terbiasa menaruh sampah ditempat yang benar. Kedua, ia belajar untuk tidak asal membuang, ..tapi berusaha memilah menurut jenisnya. Yang ketiga, menanamkan niat menabung, yang bisa di daur ulang, pasti akan langsung "diniatkan" untuk dibawa ke sekolah."

"Nanti sampah-sampah yang terkumpul..akan dibawa kemana?"

"Tiap Sabtu siang sudah ada pengepul yang akan membawa semua ini ke tempat pengolahan sampah, dan barang-barang bekas"

"Oo.." saya sekedar manggut-manggut. Ini tho BSE, Bank Sampah Edukatif yang katanya sudah dijalankan sekolah setahun terakhir. Baguslah kalau begitu.
***

Gambar dari itsmen.wordpres.com
Sampah, dimanapun memang sering jadi masalah, termasuk pada level rumah tangga. Walau begitu, banyak juga cara atau metode yang digunakan masyarakat untuk mengolah sampah.

Beberapa tahun silam, saya pernah datang ke sebuah kampung dimana masyarakatnya menurut saya top banget dalam hal pengelolaan sampah. Dari level keluarga, sampah sudah dipilah. Kemudian dibeberapa titik kampung, tersedia tong-tong besar untuk menampung sampah-sampah tadi berdasarkan jenisnya. Oleh karang taruna, sampah kemudian diolah. Sampah basah menjadi pupuk, sampah an-organik masuk tempat daur ulang, dan plastik-plastik kemasan disulap ibu-ibu PKK menjadi aneka kerajinan. Uangnya? Masuk uang kas kampung. Keren kan?

Sayang, lingkungan tempat tinggal saya masih memilih sistem kelola sampah yang paling mudah, cepat, dan praktis. Langganan tukang ambil sampah, bayar tiap bulan, dan beres. Atau ada beberapa juga yang milih dengan membakar atau menimbunnya di halaman rumah, dan selesai.


Makanya, saat gadis cilik saya di sekolah di edukasi untuk memperlakukan sampah dengan bijak, ya pasti terimakasih. Selama ini, yang kami lakukan dirumah sebatas membiasakan anak-anak membuang sampah di tempat sampah, dan sudah. Tidak pernah terlintas untuk mengelola lebih lanjut, atau bahkan menyulap sampah menjadi tabungan. Bagaimana dengan teman-teman, sudah bijakkah dalam mengelola sampah? Jujur..saya belum. Ini lagi belajar.☺

Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts