Tahun ajaran baru ini, gadis cilik saya, Alya mulai masuk Kelompok Bermain. Sebelum masuk, semangatnya untuk bertemu dengan lingkungan, teman-teman baru, begitu membara. Heboh pokoknya. Pagi hari menjelang berangkat...masih full senyum. Sampai di sekolah...bayangannya (sepertinya) adalah bebas bermain prosotan dan ayunan seharian, tanpa aturan, tanpa gantian, dan ditunggui ibunya.
"...kami mending anak-anak nangis diawal..daripada nanti-nanti, dan mereka tidak segera belajar mandiri. Nggak apa-apa anak-anak nangis. Keluar dari zona nyaman itu memang perlu adaptasi" Begitu kata salah satu ustadzah (guru), tentang kebijakan sekolah, kalau anak-anak lebih baik langsung ditinggal, tanpa ditunggui. Ada toleransi, anak-anak bisa ditunggu maksimal 7 hari pertama.
Oke, sepakat. Saya ingin bocil saya yang mbok-mbok en ini lebih mandiri dan pemberani, bukan lagi jago kandang yang kemayu saat dirumah, tapi mendadak pendiam saat ketemu orang luar.
Untuk Alya, hari pertama saya nunggu 2 jam. Hari ke dua, saya tunggu 1 jam. Hari ketiga...dari rumah saya bikin kesepakatan sama Alya, "nanti ibu anterin, ibu tunggu...sampai hitungan ke sepuluh trus ibu pulang yaa.." Alya manggut-manggut, sepakat. Sampai sekolah, setelah ia bertemu ustadzahnya..mulailah kami berhitung. Sampai hitungan ke 8..raut mukanya langsung berubah..dan pecahlah tangisnya! Hwa...ha...ha, kejer nangis, minta ditungguin. Saya? Langsung salaman ma dia..balik badan...pulang. Harus tega!!
Setelah itu, sampai beberapa hari berikutnya episode drama pagi dengan judul 'NGGAK MAU SEKOLAH' pun di mulai. Beberapa hari ritual pagi Alya adalah nggak mau mandi, melempar sragam yang sudah disiapkan, menangis menjerit-jerit sambil lari-lari menutup pintu agar saya tak bisa keluar dirumah. Hmm..kesabaran saya sedang diuji, yang bisa saya lakukan hanya memantapkan hati. Saya harus membantunya untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal sederhana yang kemudian saya lakukan adalah:
Mengganti terminologi sekolah dengan Taman bermain. Selama ini, kata sekolah identik dengan hal-hal yang memberatkan, yang adakalanya justru membuat anak takut. Pelan-pelan Alya terus saya bujuk. Saya yakinkan ia, bahwa di tempat yang baru, nanti ia akan banyak teman...lebih banyak mainan, lebih banyak diajari ini dan itu, nggak cuma dengan ibu yang kadang nemeni Alya sambil setrika atau masak....
Lebih variatif kan aktiflitasnya...nggak melulu di rumah Foto dokumen PGnya Alya |
Usahakan mood anak bagus di pagi hari. Ritme keseharian anak seringkali berubah setelah ia masuk ke lembaga sekolah. Ia mesti bangun lebih pagi, sarapan lebih cepat dari biasanya. Ini yang seringkali memancing rewel yang satu ke rewel berikutnya; apalagi Alya tipikal anak hobi tidur kayak emaknya ☺
Saat ia tidak nyaman dengan seragam, biarkan dulu. Jadi Alya pake seragam hari pertama sama kedua saja. Pasca drama mogok, semingguan Alya pergi ke taman bermain hanya memakai baju rumahan, tapi biarin dulu lah..yang penting berhasil membujuknya berangkat, itu sudah lumayan.
Pamit, saat meninggalkan anak di sekolah. Seringkali, beberapa pengantar anak entah ibu, bapak atau kakek-nenek justru mencari celah untuk "kabur" begitu anak terlihat tenang. Konon, cara tersebut sangat tidak disarankan karena begitu sadar, anak akan merasa dibohongi. Secara psikologis, akan lebih baik seandainya si ibu/pengantar pamit baik-baik, meski jadinya anak akan menangis...atau malah tambah kejer nangisnya.
Hi..hi, urusan mengantar anak masuk ke playgroup aja ternyata lumayan ribet. Hari ini sudah masuk minggu ketiga. Bersyukur karena menjelang berangkat, sudah tanpa drama lari-lari menjelang mandi . Sudah mau pake seragam. Tapi masih nangis sebentar waktu ditinggal😢 Tapi yakin...beberapa hari kedepan, pasti Alya sudah enjoy dengan lingkungan barunya.
Trus kesimpulannya apa coba? Sekedar berbagi cerita 😀😀. Kali saja, suatu saat ada pembaca yang nemu blog saya, ngalamin hal senada... berasa tenang karena banyak teman. Atau ada emak-emak yang mempunyai cerita lebih dramatis di awal-awal anak sekolah? Saya tunggu ceritanya di kolom komentar yaa..☺
selamat ya alya dan bundanya. semoga istiqomah dan alya senang bersekolah.
BalasHapusMakasih bude...
HapusSemangat!
Tahun ini, saya cuma dapat cerita anaknya sepupu, Mbak, yang katanya suka nungguin bundanya pas waktunya pulang dari taman bermain (playgrup) *dengan muka melas karena ditinggal* hehe
BalasHapusDan anak2 biasanya akan panik saat salah satu temanny sudah dijmpt..sementara ia blm.☺
Hapussemangat terus sekolahnya yah Alya, biar mamanya tenang di rumah, hehe :)
BalasHapusselalu ada drama saat anak baru masuk sekolah yah Mba, anaku pun dulunya gitu, harus ditungguin tapi lama-lama akhirnya mau juga ditinggal :)
Makasih tante..
HapusIya..aku dulu juga gitu kok mb. Mlh lebih parah kayaknya. Nggak nangis, tapi harus duduk sebelahan sama tmn main di rumah...
Alya ki persis aku cilik biyen mb sulis hihi biyungen, ibuku juga tega, trus aku mewek kenceng, pokoke dulu aku nyebelin bgt, pas kondangan juga...ibu mau macit aku mewek, trus diteot hahaa
BalasHapusIya ya,,biar latian mandiri maka kudu dilatih berani, hihi
Iyo e Nit..efek fullday 24 jam karo biyunge...jadinya sebatas jago kandang.
HapusMakanya ini lagi dilatih buat tahu dunia luar..bergaul dengan lbh bnyk orang..
Vani juga sama mbak Sulis, waktu masuk TK A kalau ditinggal nangis, sambil menyusul ke halaman. Lama juga sih mungkin sampai 1 bulan, itupun perubahannya sedikit demi sedikit.
BalasHapusTapi alhamdulillah setelah diberi pengertian ala bocah, dia mau juga ditinggal. Dan ketika sudah punya banyak teman semakin berani, bahkan sok-sokan ngusir supaya saya segera pulang, nggak usah nungguin hahaha
Pasti nanti Alya juga sama mbak, nggak usah khawatir :)
Ha..ha, iya. Anak2 itu seringnya gitu. Selama nangisnya bukan krn sakit..tak diemin. Soalnya klo mlh direspon..manjanya nggak ilang2
BalasHapus