Sebuah Catatan Akhir Pekan

8 komentar

Takjub saja..

Melihat bocah-bocah polos menghormati tamu..salaman, cium tangan..yang anak-anakku kadang lupa, atau bahkan jarang sekali melakukannya

Anak-anak yang langsung mengambil wudhu, memasang mukena  begitu adzan berkumandang, tanpa ada suruhan

Menyaksikan mereka menata sandal-sandal para tamu. Ah..seperti adegan dalam film saja, tapi sayang aku lupa judulnya.


"Namanya siapa dek..?" Tanyaku pada seorang bocah, dari tadi aku lihat ia memperhatikan kami. Kedatangan aku dan beberapa teman mungkin menarik perhatiannya. Usianya sekitar 8 tahun, dan ia terlihat cantik dengan balutan baju muslim warna merah. 

"Zahra"
"Rumahnya..?"
"Bapak Semarang..Ibu Jogja, tapi udah pisah, trus aku mondok di sini.."
"Nggak kangen rumah...?"
"Kadang kangen.. Tiap dua bulan sekali ibu jemput, tapi kalau di rumah..kangen pondok"
"Di sini sekolah juga kan..?"
"Iya..kelas 4.."
Sampe kapan mau di pondok?
"Sampai kelas 6..habis itu aku mo pulang, mau bantu ibu jualan sosis di pasar Kotagede"

Ah, rajin benar anak ini. Seumuran dia, yang biasanya hanya urusan bermain dan bermain, ternyata sudah memiliki sebuah rencana besar untuk membantu ibunya.
Di samping zahra, duduk seorang bocah perempuan. Aku taksir usianya sekitar 6 tahun. Warna kulitnya memang agak gelap, tapi sebenarnya wajahnya manis. Agak berbisik, ku ajak ngobrol juga ia.
"Namanya siapa dek..?"
"Leni.."
"Leni kelas berapa?" 
"Kelas 1"
"Sudah lama tinggal di Pondok dengan Bu Nyai dan teman-teman"
"Belum.."
"Nggak kangen sama Ibu dan Bapak di rumah?" 
"Ibu sakit.. Sering sesak napas, jadi aku diminta tinggal di sini"

Aku terdiam. Hmm, mulai aku mengerti. Rupanya, sebagian santri dari pondok pesantren ini adalah mereka yang memiliki masalah. Entah itu masalah keluarga asalnya, atau masalah mental-emosionalnya.

"Ndari sudah saya anggap keluarga di sini... Terimakasih teman-teman sudah ngaruhke keadaannya, semoga kunjungan teman-teman membawa Ndari ke arah yang positif..ia segera pulih..dan bisa seperti sedia kala"

Suara lembut Ibu Fatimah,  bu Nyai, pemilik pondok menghentikan obrolan saya dengan Zahra dan Leni.  Di samping Bu Nyai dan Pak Kyai duduk seorang wanita setengah baya, Ndari namanya. Sahabat kami di masa kecil yang kini berprilaku seperti bocah.

Iya, mentalnya sedang goyah. Semua karena ia harus kehilangan orang-orang terdekat dalam jangka waktu yang hampir bersamaan.Teriris hati ini melihatnya.. Padahal dulunya ia siswa yang cerdas, dengan paras yang lumayan cantik. Tapi sekarang? Semuanya seperti diputar, 180 derajat.

Sebenarnya kunjunganku dan teman-teman ke sini tanpa rencana panjang. Semua berawal dari sebuah kabar, bahwa salah satu teman kecil kami kini tengah menjalani rehabilitasi mental di salah satu pondok pesantren. Dan hari ini kami membezuknya, sekedar ngaruhke kondisinya. 

Tiba-tiba aku ingin berterimakasih banyak dengan Tuhan. Betapa hidup kami jauh dan jauh lebih beruntung. 

Malu aku dengan Zahra dan Leni. Untung dua bocah ini tak ku kabari, kalau perempuan yang mungkin sebaya dengan ibu mereka ini masih sering mengeluh.

Hari ini aku belajar banyak hal. Tentang kepedulian, kebersamaan sekaligus rasa syukur.

Terimakasih kekompakan teman-teman ex SMP N 1 Banguntapan angkatan95

Foto bareng pemilik pondok. Menjelang pulang. 

19 Februari 2017
Pondok Pesantren Al-Fathimiyah
Kaki Merapi

Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, suka travelling, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

8 komentar

  1. Terharu sama cerita adik-adik pondok tersebut.. Semoga lekas pulih ya mak untuk temannya..

    BalasHapus
  2. Anak2ku masih sering harus diingetin untuk hal itu Mbak. Memang gaboleh mengeluh ya. Semangat :)

    BalasHapus
  3. aduuuh ngebayangin sopan santun anak2 itu jadi anak idaman banget ya :')

    BalasHapus
  4. Allah mampu menginatkan kita dengan apapun ya, Mbak. Seeprti Zahra dan leni.

    BalasHapus
  5. Anak anak dengan segala cerita dan kepahitan hidup sendiri2 ya mb sulis, salut sekecil itu santun santun meskipun dengan ga sering ketemu orang tua secara lengkap #tissue mana tissue

    BalasHapus
  6. Duh, mbak makasih karena udah diingatkan,
    Aku pun masih sering mengeluh, harus lebih banyak bersyukur nih yah mbak :)

    BalasHapus
  7. ga tau mau ngomong apa. anak kecil yang harus menghadapi realita. tapi ternyata mereka sanggup. masya Alloh...

    BalasHapus
  8. Moga segera disehatkan ya, si adek. Makanya makin ke sini, hidup makin saya pasrahkan sama Allah aja lah, biar nggak stres :)

    BalasHapus

Posting Komentar